Abstract
Pancasila selalu menjadi topik yang menarik untuk dikaji berkaitan karena keunikannya sebagai dasar negara yang dapat mempertemukan berbagai pihak/kelompok/golongan yang berbeda nilai-nilai, keyakinan dan kepentingannya. Setelah diterima sebagai dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila dibahas kembali dalam sidang Konstituante untuk menetapkan dasar negara yang akan digunakan sebagai landasan hukum negara (undang-undang dasar) yang permanen. Fokus tulisan ini mengkaji bagaimana praktik wacana perdebatan dasar negara Pancasila-Islam yang berlangsung pada sidang Konstituante. Perspektif teori dan metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis Fairclough, dengan tahapan analisis: analisis teks, analisis interpretasi dan analisis eksplanasi. Adapun kesimpulan yang didapatkan dari kajian ini antara lain: praktik wacana perdebatan dasar negara pada masa sidang konstituante yang dilancarkan oleh kubu kebangsaan menyimpan kepentingan mempertahankan dasar negara Pancasila mengingat Pancasila-lah yang mampu menjadi ideologi pemersatu dari semua golongan, sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, sesuai dengan amanat revolusi Proklamasi 17 Agustus 1945, dan tidak mungkinnya Islam sebagai dasar negara karena hanya mewakili satu golongan. Sedangkan kubu Islam menolak dasar negara Pancasila adalah upaya memperjuangkan kembali dasar negara Islam setelah dihapusnya Piagam Jakarta serta adanya kekuatan atheisme yang bersembunyi di belakang Pancasila, yaitu PKI.